Author : Sexy Yellow Duck
Cast : MarryAnne Black, Jacob 'Jake' Black, Bella Swan, Billy Black, Paul Lahote, Jared Cameron, Emily Young, Sam Uley, Seth Clearwater, vampir
Disclaimer : I own this story. tokoh yang lain milik Stephenie Meyer, kecuali Vampir baru dan Marry Ann Black, kedua tokoh itu asli bikinan author.
Genre : Romance
Rating : T
Summary : Jacob sudah memiliki istri, ia merindukan La Push. ternyata di La Push ada kekacauan yang disebabkan oleh vampir ketika keluarga Cullen datang, siapakah yang membuat Kekacauan?
Warning : aaaaaaahhh~ ini dia FF pertama author setelah vakum selama 6 tahun. haha.. ini nulisnya pake perasaan looh :)) gara-gara ga setuju sama ending twilight jadilah author nekat nulis cerita ini. hoho.. enjoy ya readers :D
Aku merebahkan tubuhku di sofa ruang tamu rumah kami yang baru, hari ini aku dan Jake pindahan dari Forks menuju Boston. Aku ingin melanjutkan studiku ketika aku ditanya alasan mengenai kepindahan ke sini. walaupun kami sudah hidup berkecukupan di Forks, aku tidak mau banyak merepotkan Bill dan keluarga Clearwater, aku lebih senang hidup bersama keluargaku, selain itu aku memang menginginkan Jake melupakan Bella secara perlahan.
Tiba-tiba tangan cokelat membelai rambutku, aku tersentak kaget. "Jake!" kataku sambil bangun dan duduk, ia pun duduk di sampingku "capek?" tanyanya ramah
"gak terlalu" aku meringsek mendekat ke pelukannya
"bagaimana kuliahmu?" tanyanya sambil memainakn rambutku
"uumm.. sejauh ini sih oke-oke saja"
"aku masih agak aneh, kenapa kita harus pindah sampai Boston? padahal kan ada universitas di Washington atau Oregon"
aku membetulkan dudukku
"Jake, aku ingin kita mandiri. Forks kota kecil, lapangan pekerjaannya kurang. kamu tau kan aku ingin menjadi penulis dan perancang busana"
"iya, tapi kenapa harus sejauh ini sih?"
Jake menelan ludah dan kembali berbicara
"kamu kan tau di Forks kita sudah punya usaha sendiri yang cukup sukses. cukup untuk makan. ditambah lagi ada keluargaku disana, kita ga perlu mulai dari nol lagi"
"kalau begitu, kita ga akan pernah bisa ngerasain bagaimana rasanya kemenangan"
nada bicaraku mulai meninggi
"baiklah, apa rencanamu setelah ini?"
"aku akan kuliah, dan selesai kuliah aku akan bekerja di rumah makan cepat saji sampai jam 20.00"
"lalu kapan waktu untukku?" tanya Jake
pertanyaannya membuatku luluh dan kembali duduk mendekatinya
"kita bisa makan malam bersama jam 20.15 atau 20.30, bagaimana dengan pekerjaanmu?"
"uumm.. okay! lumayan, skillku cukup dibicarakan diantara para pegawai, yah mereka terlalu menganggapku lemah, sekarang semua orang tau kemampuanku"
pembicaraan kami terhenti karena ada telepon, aku segera mengangkatnya
"halo"
"halo, bagaimana pindahannya?" tanya suara di seberang sana
"ibu? waahh.. baru saja selesai" kataku, lalu mengisyaratkan ke Jake bahwa yang menelepon itu Ibuku
"syukurlah, Jake ada disana?"
"ya, dia lagi duduk-duduk"
"baiklah, cuma mau ngecheck aja"
"makasih loh udah mau nelepon"
"iya, sukses ya kuliahnya. kapan mulai masuk?"
"lusa"
"baiklah, baik-baik dengan Jake"
"iya Bu, kirim salam untuk Trey dan Ayah"
"iya. bye"
"bye"
Sore itu kami duduk-duduk di halaman rumah, aku membaca Novel Hamletku sedangkan Jake membaca majalah otomotif. kami tenggelam dalam pikiran masing-masing.
sesekali kami menyeruput teh dan kopi.
"aku berpikir untuk memodifikasi Rabbit lagi" kata Jake tiba-tiba
"huh?" aku menurunkan bukuku
"mau dimodifikasi seperti apa lagi?" tanyaku
"sepertinya bagus kalau ada speaker besar dan air mineral otomatis" katanya sambil menerawang
"terserah saja, aku mendukungmu asal jangan lupa buang sampah" kataku menggoda dan segera masuk ke dalam
"hey! ini kan giliranmu!" teriak jake dari luar
sudah hampir 2 tahun kami tinggal di Boston, kuliahku pun sudah sampai di tahun kedua.
aku memang belum berencana hamil, atau paling tidak aku berusaha tidak hamil. Jake mungkin mengeluh karena dia harus pakai kondom atau menghindari terjadinya pembuahan, dia selalu sebal ketika aku menyuruhnya berhati-hati, mungkin memang saatnya kami punya anak, tapi aku masih memikirkan kuliahku, jadwal kuliahku sedang padat-padatnya, tidak mungkin nanti aku cuti. lagipula jake juga sedang banyak kerjaan, dia berencana keluar dari bengkel tempat dia bekerja dan memulai membuka bengkel.
Kami bekerja keras setiap hari, Jake berangkat pukul 7.00 begitupun aku, lalu ia selesai bekerja jam 17.00 dan segera merapikan rumah, pukul 20.00 ia menjemputku di restoran cepat saji, bersykurlah aku karena sekarang aku magang di salah satu majalah fashion lokal dan menulis artikel untuk koran, sehingga aku punya waktu lumayan banyak untuk Jake. kadang di akhir minggu kami berjalan-jalan ke taman dan makan malam disana, walaupun sederhana tapi kami sangat menikmatinya, seperti malam ini.
"kau tau, ide "pergi dari Forks" adalah ide tergila dan terhebat yang pernah ada" katanya sambil memegang tanganku
"sudah mengambil manfaatnya?" tanyaku
"yup! beruntungnya aku memiliki istri seperti dirimu" ia mengelus-elus punggung tanganku
"aku merasa bersyukur kehidupan kita membaik" aku tersenyum
"yaa.. ada benarnya juga, tapi kadang aku merindukan Forks, kau tau, udara lembabnya.. hutannya dan bunyi binatang malam yang hampir tak pernah kau dengar lagi karena sekarang kita tinggal di kota" pandangan Jake menerawang tanda ia sangat merindukan Forks
"jadi, apa kau bahagia?"
"aahh.. bukan.. bukan berarti aku gak bahagia, Ann. hanya saja aku rindu. kau tau, aku sudah jarang mendengar berita Paul, Seth, dan keluargaku lainnya" ia merasa tak enak
"yaahh.. baiklah, nanti kalau aku sudah longgar dan pekerjaanmu sudah tak menumpuk kita bisa ke Forks untuk liburan" kataku bijak
"baiklah, terimakasih. tak perlu buru-buru" ia segera memelukku dan menciumku
3 Bulan setelahnya
"Jake, ambilkan balsem di kotak obat!" perintahku dari kloset
"kamu baik-baik saja kan, Ann?" tanyanya cemas ketika dia memberikan balsemnya
"masuk angin, maybe" kataku sambil mengusapkan balsem ke perutku, rasanya mual dan gak enak makan
"maaf Ann aku ga bisa nemenin kamu,aku akan ke bengkel, ada pegawai baru dan ia butuh mentor, aku akan kembali kalau sudah selesai,teleponlah kalau kau butuh sesuatu" katanya lalu ia mencium keningku
"iya. jangan terlalu khawatir, aku masih kuat. asal jangan kau tinggal aku untuk tugas ya" kataku
"baik" ia segera keluar dari kamar dan aku mengantarnya sampai pintu depan
"hati-hati, Jake"
Ia membalas dengan anggukan cepat dan segera masuk mobilnya.
jam 12.00 dan Jake belum pulang, kabar baiknya adalah aku sudah cukup kuat untuk berjalan maka aku putuskan untuk berbelanja ke supermarket membeli sayur dan daging untuk makan malam ini, ketika aku selesai belanja, aku melihat drugstore. memang sih ada feeling yang agak ga enak soal mual-mualku tadi, aku dari pagi sudah mencoba membantah bahwa aku emm.. hamil, akhirnya aku memberanikan diri untuk membeli testpack.
aku membeli 3 sekaligus di merek yang bebeda.
sesampainya di rumah aku segera mencobanya, aku menutup mataku karena belum sanggup melihat hasilnya.
aku memberanikan membuka mataku, hampir saja aku pingsan karena kaget.
dua garis, artinya aku positif hamil.
aku sudah terduduk lemas. "bagaimana dengan kuliahku??" tanyaku pada diriku sendiri dengan nada hampir menangis.
Jake pulang kerumah dan mengabarkan bahwa ia sudah memesan tiket pulang ke Forks sabtu ini, tidak tau apa yang harus aku katakan padanya
"kamu baik-baik saja, Ann?"
tiba-tiba aku menangis kepelukannya, aku menangis kencang sampai suaraku hampir hilang, Jake sangat bingung
"inikah gambaran orang yang terlalu bahagia?" tanyanya
aku menggeleng
"lalu?"
aku menarik nafas dan mulai berbicara
"yakin kamu gak akan marah?" kataku dengan nada ketakutan
Jake hanya menggeleng
"janji?"
"astagaa! pernah aku ingkar?"
aku ingin sekali sebenarnya membuat daftar panjang soal ingkar janjinya Jake tapi aku tidak mau membuat suasana keruh sehingga aku hanya diam
"bagaimana kalau aku hamil?" tanyaku dalam pelukan Jake
"kamu? ya gak gimana-gimana. aku akan jadi ayah" katanya ringan
sedetik kemudian dia sadar dan menengok lagi ke arahku
"kamu.. gak bener-bener.." pertanyaannya terpotong dan aku kembali menangis, aku menganggukan kepala cepat
"demi Tuhan! kenapa gak telepon sih?" tanyanya girang
aku memasang muka protes
"apa?" tanyanya bingung
"kamu gak marah kan?"
"marah? buat apa? aku malahan senang! ini yang aku tunggu hampir 3 tahun ini" katanya senang
"aku takut" kataku jujur
"kenapa harus takut?" tanyanya sambil mengelap air mata di pipiku
"aku takut kalau nanti malah ga bisa kuliah lagi, dan bakal ngerepotin kamu"
"engga laahh.. ini kan memang konsekuensi pasangan yang sudah menikah. lagian, sudah saatnya juga kita punya anak kan?" katanya
aku hanya diam
"bagaimana kalau malam ini kita makan diluar? aku yang traktir, sekalian aku kasih liat tiket ke Forksnya. mau?" ajaknya
"boleh, di tempat yang ada steaknya ya?! aku kelaparan"
"siap! calon ibu!" Jake menghormat dan menggendongku
kami tertawa bersama
2 Hari kemudian kami pergi ke Forks menggunakan bus, Jake menjadi sangat overprotektif dia menyaipak dan mengecheck kembali semua barang bawaan, dia tidak mau perjalanan ini mengganggu kehamilanku
"demi Tuhan,Jake! mandi sana! sudah berapa kali kamu ngecheck koper?" tanyaku ketika keluar kamar mandi
"aku hanya memastikan semuanya pada tempatnya, Ann" bela Jake
"everything is okay! cepat sana mandi!"
ia segera mengambil handuk dan masuk kamar mandi
sebenarnya aku agak takut dengan kembalinya kami ke Forks walaupun hanya 3 hari, aku takut Jake kembali mengingat Bella, sulit untuk membawa Jake ke alam sadar, dimana sebenarnya Bella tidak akan pernah jadi istrinya, aku pernah mendengar soal Jake yang berkelahi dengan Edward memperebutkan Bella, "secantik dan semenarik itukah Bella?" batinku dalam hati
pukul 12.00 akhirnya kami sampai di Forks.
Sesampainya di Forks, aku dan Jake segera berkunjung ke rumah keluarga Clearwater menemui Seth dan Leah. kemudian ke rumah Sam dan Emily, kami menemukan Jared dan Paul di rumah Sam sedang makan kue muffin.
"astagaa.. kalian tidak berubah! cari pekerjaan sana!" teriak Jake pada Paul dan Jared
"jangan sirik begitu,Jake" kata Emily ringan
"mereka cukup membantu kami kok" tambahnya lagi
"kau mau ini juga?" tanya Jared
Jake tidak menjawab, ia langsung makan bersama kedua temannya itu
"hai" sapa Emily
"owh hai!" balasku
"Emily Young, tunangannya Sam. kita belum pernah berenalan kan?" tanyanya ramah seraya mengulurkan tangannya
"MarryAnne Black" kataku
"bagaimana Boston?" tanyanya sambil berjalan menuju dapur
"ramai. haha.. kita mau masak?" tanyaku
"engga, makanan sudah banyak. aku mau membuat kopi untuk Sam"
"boleh aku juga buat kopi untuk Jake?"
"silahkan"
"sudah dengar kalau keluarga Cullen kembali?" tiba-tiba Emily menanyakan hal yang membuatku seperti tersambar petir
"eh? kembali?"
"iya, kemarin aku lihat mobil volvo Edward melintas di sekitar sini"
aku hanya mengangguk
"harus kujauhkan Jake dari Bella" batinku
pukul 17.00 kami berpamitan pulang, aku dan Jake kembali ke rumah Jake yang dulu
ketika aku sedang nonton TV teerdengar suara benda berjatuhan di dapur
"Jake, kamu ga papa?" tanyaku sambil berlari menghampirinya
"iya.." badannya sudah terduduk lemas di lantai, aku segera memapahnya, tubuhnya panas.
"dokter, kita butuh dokter" kataku panik
"tidak! biarkan dia istirahat" kata Billy tiba-tiba
"ia hanya butuh istirahat di kamarnya, oh iya, kamu bisa pakai kamar Rebecca di atas. biarkan Jake tidur sendiri malam ini" tambah Billy
aku hanya mengangguk, dan memapah Jake ke kamar tidurnya
Pagi-pagi aku sudah bangun untuk menyiapkan sarapan.
tiba-tiba pintu rumah Jake terbuka dan masuklah seorang wanita
"Jake ada?" tanyanya
"siapa kamu?" tanyaku
"Billy ada?" tanpa menjawab pertanyaanku ia segera berlari ke belakang rumah, aku mengikutinya.
"ada apa Bella?" tanya billy karena mendengar Bella berteriak memanggilnya
"aku butuh Jake" katanya dengan nafas tersengal
"demi Tuhan! tenanglah sedikit. ada apa?" Billy menepuk bahu Bella, aku menghampiri mereka
"gank La Push harus membantu kami" kata Bella
"untuk apa?" tanya Billy
"ada vam.." omongan Bella terpotong karena Billy menyenggolnya dan melihat ke arahku
aku jadi bingung
"oh hai! maaf ya tadi aku cepat-cepat. aku Bella Swan" Bella mengulurkan tangan
"uhh.. ya. aku MarryAnn"
"istrinya Jake" kata Billy, ada nada membela dan nada protektif di dalamnya
"ohh.. maaf kalau begitu. Jake ada?" tanyanya lembut
"ada, dia masiihh.." kata-kataku terpotong
"Bella!!" teriak Jake dari pintu belakang
"Jake!" Bella berlari ke arahnya dan mereka berpelukan
"demi Tuhan! kapan kau datang? kau tidak menelponku! katanya kalau sudah sampai Alaska kau akan menelponku? apa kabar Reneesme?" Jake langsung memberondong pertanyaan ke Bella
"wow wow.. tahan jagoan. kemarin aku dan Edward baru datang. kami sibuk dengan bisnis keluarga Cullen yang baru, Reneesme? baik, mainlah kerumah. ia semakin besar" Bella tersenyum
Jake menyadari kehadiranku
"sudah kenal dengan?" matanya menunjuk ke arahku
"sudah-sudah. kami sudah kenalan" kata Bella
Siang itu Bella di rumah Jake, ia mengobrol sangat lama. membicarakan bisnis baru keluarga Cullen yang berkembang di bidang fashion yang ditangani oleh Alice dan Rosalie, lalu bisnis otomotif yang di kelola Emmet dan Edward, sekarang ia bercerita tentang pembukaan rumah sakit oleh dokter Carlisle dibantu oleh Jasper, tak lupa bisnis rumah makan yang di kelola oleh Esme dan Bella.
"boleh kami jalan-jalan di La Push?" tanya Bella pada Billy
"silahkan saja" kata Billy
mereka berdua langsung toss tanpa mempertimbangkan diriku
"umm.. Ann, kami boleh ya jalan-jalan sebentar? biasaaa.. nostalgia kawan lama" bujuk Jake
"ya" jawabku singkat "aku mau ke rumah Emily" tambahku
sementara Bella dan Jake ke La Push, aku ke rumah Emily, membantunya memasak kue untuk La Push gank.
"Bella tadi datang" kataku tiba-tiba pada Emily
ia mengerling
"kau tau, agak menyebalkan melihatnya bermesraan dengan Jake" kataku sebal
"iya, aku mengerti. tapi mereka berdua memang kawan dekat sejak mereka kecil. sebelum Bella menikah, Charlie menitipkan Bella kepada Jake" kata Emily sambil mengaduk adonan
aku hanya diam
sore itu aku pulang, aku melihat La Push gank sudah di depan rumah Jake.
"ada apa ini?" tanyaku pada Paul
"kami menunggu Jake"
"untuk?"
semua terlihat bingung mau menjawab apa
"patroli" jawab Sam Uley
"patroli apa? sejak kapan kalian menjadi polisi?" tanyaku
"apa si Jake belum memberitahunya?" bisik Seth tetapi suaranya cukup terdengar
"kita baru saja menerima beritanya kan Seth?" Jared memberitahunya
"ayo berangkat!" tiba-tiba Jake keluar rumah
"mau kemana kamu Jake?" tanyaku sambil memegangi lengannya
mereka semua terdiam
"duluan, aku akan menyusul" kata Jake memberi komando pada yang lain, mereka hanya mengangguk dan segera berlari
"mau kemana sore-sore begini? kamu kan lagi sakit. mana ga pake kaos lagi" kataku cepat
"Ann, dengarkan aku. ada yang harus aku kerjakan hari ini"
"apa?"
"aku ga bisa bilang sekarang"
"kenapa?"
"belum saatnya"
"lalu kapan?"
Jake hanya terdiam dan memandang hutan di seberang kami
aku langsung teringat pada Bella
"ada hubungannya dengan Bella?" tanyaku skeptis
"uhh.. itu" ia tidak menjawab
"ada apa sih sebenarnya? Bella itu primadona ya? kayaknya hampir semua gank La Push rela melakukan apa saja untuk menjaganya, contohnya saja sekarang" kataku galak
"bukan seperti itu"
"lalu?" aku memelototi Jake
"aku istrimu, aku berhak tau apa yang akan kau lakukan" tambahku
"tapi setiap orang punya rahasia" kata Jake
"lalu buat apa ada aku kalau kamu gak mau berbagi?" tanyaku, aku merasa sakit hati
"demi Tuhan, Ann! aku hanya mau membantu Bella"
"aku ijinkan, tapi membantu apa?"
"sejak kapan kamu yang memberi ijin, seperti anak kecil saja. konyol" kata Jake dengan nada kesal
"dan sejak kapan kamu main rahasia-rahasiaan sama aku?"
"aku akan cerita kalau nanti aku sudah pulang" katanya, lalu ia berlari menuju hutan
malam itu aku termenung duduk di depan rumah, Billy tidak di rumah karena ia menemani Charlie (ayah Bella) di rumahnya.
aku sesekali melihat ke arah hutan, kalau-kalau Jake pulang.
banyak pertanyaan di kepalaku, tapi yang paling aku pikirkan adalah "seberapa kenalkah aku pada seorang Jacob Black?"
mau bagaimanapun ia adalah suamiku.
pukul 20.00 aku mendapati sosok sesorang berjalan menuju rumah
"Jake? kau kah itu?" tanyaku sambil berteriak
orang itu tak menjawab, ketika aku bangkit dari duduk ia segara menerkamku
"aaaaaahhhhh..." teriakku sekuat tenaga
wajahnya mengerikan dengan taring di mulutnya ditambah iris yang berwarna merah
aku menendang-nendang lantai dan memukul-mukul punggungnya
tiba-tiba 3 hewan seperti serigala menerkamnya dari samping. aku berhasil lepas dan segera merapat ke tembok, aku melihat 3 serigala yang masing-masing berwarna cokelat, hitam, dan abu-abu menyerang mahluk tadi dengan sigap.
setelah terjadi pertarungan yang seru, serigala itu menghampiriku. aku menutup mata. dan berubahlah 3 serigala itu menjadi 3 pemuda yang salah satunya adalah Jake.
"kamu gak papa?" tanya jake sambil menggendong tubuhku yang lemas
aku masih tidak percaya maka aku diam saja, ia mambawaku masuk ke ruang tamu dan menidurkanku, ia kembali keluar memberi perintah pada Seth dan Paul yang gak aku dengar, lalu aku terlelap.
"selamat pagi" sapa Jake disebelahku
aku mengucek mata dan merasa aneh
"apa kemarin aku?" aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku, Jake menoleh ke arahku dan duduk di tepi tempat tidur
"bagaimana perasaanmu?" tanyanya sambil mengusap kepalaku
"aneh"
"haha.. wajar saja, kau baru saja menyaksikan pertarungan terkeren" katanya
"jadi, maksudnya.. aku gak lagi mimpi tadi malam?" kataku, kata-kataku berantakan karena efek bingung
Jake hanya mengangguk
"teh?" ia menawarkan teh di cangkir
"boleh, kalau ada biskuit seklian ya biskuitnya" kataku
ia keluar kamar dan kembali dengan teh dan biskuit
"aku masih ga ngerti" kataku setelah menenggak habis teh dan memakan 1 biskuit
"apa yang belum kamu mengerti?" tanya Jake sabar dan melingkarkan tangannya di pinggangku
"jadi.. kamu itu apa?" tanyaku ragu-ragu
Jake malah tertawa kencang dan aku memelototinya
"maaf.. menurutmu apa?" tanya dia balik
aku menggeleng
"bisa dibilang aku shape-shifter, aku bisa berupa serigala, bisa juga berupa manusia. simplenya, aku manusia yang bisa berubah jadi serigala" jawabnya dengan nada tenang
"maksudnya manusia serigala?" tanyaku dengan biskuit di mulut
Jake menggeleng
"apa bedanya?" tanyaku lagi
"kalau warewolf akan selalu berubah jika bulan purnama, kalau shape-shifter ia akan berubah jika ada musuh di sekitarnya"
"musuh?"
"iya, yang kalu lihat tadi malam"
aku mencernanya, musuh.. musuh shape-shifter berarti vampir
aku mengaguk
"ada hubungannya dengan Bella?" tanyaku
"yaah... dialah yang memberitahukan kami kalau ada vampir di Forks, ia tahu dari kawan lama kami Bree"
aku kebingungan
"yasudahlah.. cerita ini gak penting"
"penting!" teriakku
"okaayy.. kamu mau cerita yang mana?" tanya jake dengan sabar
"jadi, Bella itu apa?"
"uumm.. apa ya? sekarang ia Vampir tapi dulu ia manusia"
aku terbelalak kaget, mana mungkin shape-shifter sahabatan dengan vampir
"tapi katanya vampir itu.."
"itu tak berlaku untuk kami, Edward memang melindungi Bella. bahkan bilang dia ga butuh bantuan kami, tapi ternyata salah. mereka kewalahan" kata Jake dengan nada bangga
"okaayy.. aku memang ga ngerti-ngerti banget" akuku
"nanti juga kau akan menegrti"
"1 pertanyaan lagi"
"okay. apa?" Jake siap dengan pertanyaan selanjutnya
"kenapa kau tidak bilang kelau kau ini Shape-Shifter?" tanyaku sambil melotot
"demi Tuhan! kalau aku bilang apa kamu mau menikah denganku?" tanya Jake
aku hanya diam
"mau tidak?" tanyanya dengan nada menggoda
"tidak tahu"
"nah! makanya aku ga mau jujur, aku takut kamu gak mau menikah denganku. itulah yang aku takutkan, aku ga mau kehilangan kamu" kata Jake, lalu ia membelai lagi kepalaku dan pipiku
aku terdiam dalam pelukannya
"jadi, anak ini nanti seperti apa?" tanyaku tiba-tiba
"entahlah, kita ga tau sampai dia lahir" kata Jake
"betul juga. yang lebih penting adalah kesiapan dia menerima takdirnya" kataku tiba-tiba bijak
Jake mengerling, lalu menaikan sebelah alisnya
"apa?" tanyaku
"tidak"
kami berpelukan dan Jake menciumku dengan ganas, seperti aksinya tadi malam melindungku dari vampir.
"kapan kita kembali ke Boston?" tanyaku ditengah ciuman kami
"demi Tuhan! bisa tidak kita selesaikan adegan ini dulu?!" erang Jake "besok kan? atau kamu masih betah?" tanyanya lagi
"entahlah, aku sih mau saja lebih lama tapi kuliahku?"
"yasudah besok pulang. gampang kan?"
aku mengangguk, kami pun segera keluar kamar dan menikmati sarapan